TINDAKAN PREVENTIF SEBAGAI CARA MELINDUNGI HAK ANAK
Masa
anak – anak adalah masa yang paling menyenangkan, bahagia, bebas tanpa beban
dan ini merupakan hak mereka. Namun semua kebahagiaan itu dapat berubah ketika
para predator datang, mereka menjadi korban kekerasan seksual, dan dunia mereka
pun berubah suram dan kelam.
Pengalaman
hidup yang masih sedikit, perbendaharaan kata yang terbatas, serta pengetahuan
yang belum cukup membuat anak sulit mengungkapkan hal yang terjadi sebenarnya pada
diri mereka, inilah sebab mereka menjadi sasaran empuk yang mampu menjadi korban
kekerasan seksual.
Kekerasan
seksual pada anak meliputi beberapa
perilaku, baik perilaku yang sifatnya menyentuh dan perilaku yang sifatnya
tanpa sentuhan juga dapat dikategorikn sebagai bentuk kekerasan seksual.
Perilaku yang bersifat sentuhan ini contohnya adalah menyentuh bagian genital seorang anak (penis,
vulva atau kemaluan wanita, dada, ataupun anus) dengan tujuan memperoleh
kepuasan seksual, membuat seorang anak menyentuh bagian genital orang lain,
meletakkan benda atau bagian tuuh (jari, lidah, atau penis) didalam vulva atau
vagina, didalam mulut, ataupun didalam anus seorang anak demi mendapatkan kepuasan
seksual. Sedangkan perilaku yang sifatnya tanpa sentuhan berupa diantaranya, menunjukkan
hal – hal yang mengandung konten pornografi pada anak, menunjukkan bagian
genital seseorang pada anak, meminta anak untuk melakukan interaksi seksual
dengan seseorang, mengambil gambar seorang anak dengan pose seksual,
memperlihatkan aktivitas seksual orang dewasa dengan menggunakan alat teknologi
kepada anak, dan melihat seorang anak dalam kondisi tanpa busana.
Memang kekerasan
seksual pada anak bukanlah berita baru dimasyarakat kita. Berbagai usaha –
usaha pencegahan memang telah dilakukan dalam usaha menggurangi angka kekerasan
seksual pada anak. Namun apa yang kita dapat saksikan dalam kurun waktu
terakhir adalah jumlah anak korban kekerasan seksual terus meningkat. Dikutip
dari CNN Indonesia, berdasarkan data yang dipeoleh dari Lembaga Perlindingan
Saksi dan Korban (LPSK) selama Januari hingga Juni 2015 tercatat sebanyak 37
laporan terkait tindak pidana atas anak, termasuk 24 diantaranya merupakan laporan
kasus kekerasan seksual terhadap anak. Sebelumnya, Komisi Nasional Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI) juga mencatat sebanyak 459 kasus kekerasan seksual
terjadi pada Juni 2014.
Selama ini instansi pendidikan telah
menyediakan sarana pendidikan seks bagi seluruh siswa. Mengenalkan mereka
dengan pembelajaran mengenai tubuh dan seksualitas. Namun yang perlu kita ulas
kembali adalah penddikan seks yang diberikan juga harus disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif anak. Ketika membelajari tentang tubuh dan
seksualitas, ada kemungkinan bahwa anak akan berperilaku dengan cara yang
tampaknya tidak sesuai dengan usia mereka. Karenanya dengan memperhatikan dan
menyesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif anak adalah hal yang sangat
penting.
Usaha
pencegahan tindak kriminal kekerasan seksual pada anak jelas bukan hanya
tanggung jawab pemerintah. Katakanlah saat ini pemerintah sudah berusaha
maksimal dalam usaha pencegahan kekerasan seksual pada anak, lalu apakah kita
sebagai masyarakat juga sudah berusaha mencegah bertambahnya korban kekerasan
seksual pada anak di lingkungan kita? Jelas seluruh lapisan masyarakat
bertanggung jawab penuh dalam usaha pencegahan terjadinya tindak kriminal ini.
Lalu
apa yang dapat kita lakukan jka kita mengetahui terdapat seseorang yang
dicurigai seabagai seorang pelaku tindak kekerasan seksual ini berada di lingkungan
rumah kita?
1.
Jangan
panik. Tanggapilah dengan tenang dan pikiran jernih ada banyak orang dengan sejarah
penyimpangan seksualnya termotivasi untuk kembali seperti sediakala ketika
mereka merasa diterima di masyarakat. Pemberian konseling kepada mereka ini pun
dapat menjadi lebih efektif.
2.
Membuat
rencana keamanan keluarga. Anak-anak dan anggota keluarga perlu
tahu apa yang harus dilakukan jika ada
keluarga, teman, kenalan, tetangga, atau orang asing yang mendekati si anak.
3.
Jangan
menunggu untuk melapor. Ketika kita mengetahui ada tindak kekerasan seksual
terutama pada anak di lingkungan tempat tinggal kita jangan hanya menunggu,
segeralah melapor. Ingat bahwa penyebab meningkatnya kejahatan seksual pada
anak salah satunya disebabkan tidak adanya yang melaporkan tindak kriminal
tersebut. Hanson (1999) dalam jurnal Child Abuse & Neglect no.23,
halaman 559-569 menyatakan bahwa 88% kejahatan seksual tidak pernah dilaporkan.
Ketika
kita hanya berdiam diri hal ini akan membuat pelaku penyalahgunaan anak-anak
secara seksual dengan leluasa mendapatkan serta mempertahankan akses mereka
kepada anak-anak. Kita semua dapat membantu mencegah dan menghentikan pelecehan
seksual pada anak dengan berani berbicara maupun dengan belajar beberapa langkah
– langkah sederhana seperti yang telah disebutkan di atas.
Jika
kita mengetahui bahwa seorang anak telah mengalami pelecehan seksual, kita
perlu melaporkannya dengan menghubungi pihak kepolisian, departemen maupun layanan
perlindungan anak setempat. Kita juga dapat membawa anak yang menjadi korban langsung
keterapis atau dokter, dan keduanya diminta untuk melaporkannya pada pihak yang
berwenang.
Usaha
preventif adalah sebuah proses, dan yang terpenting dalam proses itu adalah
bagaimana merubah suatu
perilaku dan bukan hanya memberikan informasi.
“Kids
shouldn’t have to try to prevent sexual abuse all by themselves. We adults have
to learn to recognize when people are acting inappropriately around our children.”
Selamat Hari Anak
Nasional
Sumber :
Hanson,
R.F., Resnick, H.S., Saunders, B.E., Kilpatrrick, D.G., and Best, C. (1999).
Factors related to the reporting of childhood rape. Child Abuse &
Neglect, 23, pp. 559-569
Wahyuni, T. (2015, Juli 30). Kekerasan Seksual Anak Dominasi Laporan ke LPSK. Dipetik
Juli 15, 2016, dari CNN Indonesia: http://cnnindonesia.com
0 comments