Deindividuasi para Pengunjuk Rasa Taksi Konvensional dan Taksi Online
Pada
hari Rabu, tanggal 23 Maret 2016 kisruh antara pemberi jasa transportasi
konvensional dan jasa transportasi berbasis online tidak dapat dihindari.
Alasannya taksi konvensional, seperti Bluebird dan Express tidak menyetujui
kehadiran pemberi jasa transportasi berbasis online, karena tidak diatur didalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan. Selain itu Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKMP) pun belum dapat
mengklasifikasikan Go-jek dan Uber sebagai usaha yang memiliki produk nyata, maka
dari itu usaha pemberi jasa transportasi berbasis online dapat dikatakan
ilegal.
Selain terkait legal
form, transportasi konvensional kesal dikarenakan pendapatan mereka semakin
berkurang. Taksi
konvensional seperti Bluebird adalah salah satu taksi yang menggunakan sistem
komisi dalam pembayaran pengemudinya dengan target minimal Rp.480.000,- dengan
komisi sebesar 20% atau sekitar 96 ribu rupiah (Apaksiuno, 2011). Sedangkan untuk
transportasi berbasis online memiliki sistem pembagian setoran 80 untuk driver dan 20 untuk perusahaan. Pendapatan
mereka masih dapat bertambah jika mendapatkan lebih dari 10 penumpang sebesar
Rp.100.000,-. Hal ini mudah untuk dicapai mengingat masyarakat mulai banyak beralih
ke transportasi berbasis online.
Dari
penjabaran masalah diatas maka disepakatilah diantara sopir taksi konvensional untuk
mengadakan demo masal. Tidak hanya itu para sopir taksi konvensional juga berperilaku
secara agresif dan bertindak anarkis, seperti melukai sesama sopir
konvensional, merusak kendaraan, dan bentrok dengan driver transportasi berbasis online.
Maka
dari itu berdasarkan pengamatan dari berita dan video yang beredar terdapat
fenomena psikologis yang terlihat dari perilaku agresif mereka, yaitu deindividuasi. Sedangkan yang
dimaksud dengan deindividuasi adalah longgarnya batasan perilaku normal pada
individu dalam suatu kelompok ketika individu tersebut tidak dapat
dikenali/diidentifikasi (Aronson, 2013). Pengertian lainnya deindividuasi
merupakan pengurangan identitas pribadi dan mengikis perasaan tanggungjawab
pribadi yang dapat muncul ketika seseorang menjadi bagian dari kelompok
(Dietz-Uhler, Bishop-Clark, & Howard, 2005; Zimbardo,2007).
Kenapa deindividuasi dapat mengarahkan ke perilaku
impulsif hingga melakukan kekeraasan? Salah satu jawabannya adalah
deindividuasi membuat seseorang merasa kurang bertanggungjawab atas tindakannya
sendiri, karena berkemungkinan individu untuk disalahkan secara personal dapat
dihindari jika didalam suatu kelompok masa. Selain itu deindividuasi dapat
meningkatkan Obedience (kepatuhan)
terhadap norma kelompok itu sendiri, kenapa? Didalam studi meta-analisis yang
dilakukan oleh 60 studi mengatakan deindividuasi membuat individu patuh terhadap
norma-norma yang berlaku pada kelompok tersebut (Postmest & Spears, 1998;
dalam Aronson, 2013). Contoh, jika dikelompok tersebut terdapat provokator dan
diiringi dengan norma kelompok bahwa “tindak kekerasan itu harus dilakukan bagi
para taksi konvensional”, maka deindividuasi yang terjadi didalam kelompok akan
membuat individu berperilaku secara agresif yang belum tentu akan dilakukan
jika sendirian.
Tingkat deinviduasi pada para pendemo sangat tinggi
dan merugikan banyak pihak. untuk saat ini yang dapat dilakukan oleh masyarakat
adalah mendesak pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini secepatnya, terdapat
2 hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk saat ini: 1.) Menutup usaha
transportasi umum berbasis online sampai waktu ditentukan untuk menjalankan UU
No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan, dan membuat
klasifikasi baru mengenai bidang usaha online yang menyediakan jasa
transportasi dalam BKMP, atau 2.) merevisi kembali regulasi yang mengatur
tentang jasa angkutan umum agar angkutan berbasis aplikasi juga tunduk dengan
aturan yang sama. membuat aturan penyamarataan sistem oleh Kementrian
Perhubungan Republik Indonesia untuk mengatur pengendalian tarif yang
kompetitif dan fair dikedua belah pihak.
Sumber :
Aronson, E.,
Wilson, T. D. & Aker, R. M. (2013). Social
psychology. Pearson: USA.
http://apaksiuno.blogspot.my/2011/01/setoran-taksi-bluebird.html (Jumat, 14 Januari 2011), diposkan oleh Perjalanan Apaksiuno, diakses pada tanggal 24 Maret 2016 pukul 12:00 WIB
http://news.metrotvnews.com/read/2015/06/30/141851/begini-hitung-hitungan-pendapatan-driver-gojek
LB Ciputri Hutabarat (30 Juni 2015),
diakses pada tanggal 24 Maret 2016 pukul 12:20 wib
0 comments