Harmony Clean Flat Responsive WordPress Blog Theme

Skema Sosial Terhadap Istilah Peran Mahasiswa

1:07 AM ILMPI Wilayah 2 0 Comments Category :

Oleh: Gagar Asmara Sofa

Berbicara soal mahasiswa, seringkali asosiasi kita tidak akan jauh dari istilah pergerakan mahasiswa. Banyak versi jika kita berbicara akan hal tersebut. Rahayu (2009) dalam tesisnya menjelaskan bahwa ada tiga peran dan fungsi yang mengarah pada arah  pergerakan mahasiswa itu sendiri. Pertama, adalah mahasiswa sebagai director of change, yaitu mahasiswa berperan dalam merancang, melaksanakan, dan merealisasi setiap perubahan menuju ke arah yang lebih baik; mahasiswa sebagai garda terdepan yang mempu menjadi penyambung lidah rakyat terhadap pembuat kebijakan; tipe ini lebih terarah pada aksi gerakan protes atau demonstrasi; kedua, mahasiswa sebagai agent of change, yaitu mahasiswa memiliki kepekaan, kepedulian dan kontribusi nyata terhadap masyarakat tentang kondisi yang teraktual sesuai dengan bidang ilmu masing-masing sehingga mampu melaksanakan hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat; untuk tipe ini lebih mengedepankan kepada pengabdian masyarakat sesuai dengan bidang ilmunya masing-masing; dan yang ketiga, mahasiswa sebagai iron stock, yaitu mahasiswa sebagai pemimpin masa depan yang telah diberi pelajaran dan pengalaman sebagai bekal membangun bangsa.

Masing-masing dari ketiganya punya konsentrasi arah pergerakan mahasiswa yang berbeda tetapi saling melengkapi satu sama lain. Tetapi, skema sosial, khususnya skema para mahasiswa UI, selalu mengarahkan istilah pergerakan mahasiswa ke tipe pertama, yaitu mahasiswa sebagai director of change, yang lebih diidentikkan dengan aksi gerakan protes atau demonstrasi. Hal tersebut terjadi karena pengaruh skema sosial, khususnya para aktivis mahasiswa dalam memandang arti kata pergerakan mahasiswa itu sendiri, pengaruh  kuat dan maraknya pemberitaan media soal aksi demonstrasi tahun 1998 dan aksi yang sekarang sering dilakukan oleh mahasiswa UI, serta pola pikir para mahasiswa yang terkenal intelektual.


Pertama, akan dibahas tentang apa itu skema sosial dan beberapa penjabaran singkatnya. Menurut Bartlett (1932) skema sosial secara umum adalah suatu usaha untuk menjelaskan bagaimana seseorang mengorganisasikan pengalaman-pengalaman masa lalu dan tingkah lakunya dalam suatu pola atau bentuk tertentu agar ia dapat membuat suatu pengertian atau tingkah laku tertentu.

Sari (1999) dalam skripsinya menjelaskan skema sosial ini jauh lebih kompleks. Menurutnya, skema sosial adalah struktur kognitif yang merupakan representasi dari pengalaman-pengalaman masa lalu dan pengetahuan seseorang secara terorganisir serta belief mengenai individu, obyek, atau kejadian-kejadian tertentu yang dapat dikembangkan dan digunakan oleh seseorang untuk menghadapi kejadian tertentu serta menjadi pola dalam bertingkah laku.

Menurut Adie Usman Musa (2010), dalam artikelnya, yang merupakan ketua Senat Mahasiswa UGM periode 1998/1999, menjelaskan bahwa pergerakan mahasiswa adalah aktivitas mahasiswa yang merambah wilayah yang lebih luas dari sekedar belajar di perguruan tinggi. Mengacu pada definisi-definisi di atas, terkait skema sosial dan pergerakan mahasiswa, penulis pernah mengadakan penelitian kecil-kecilan melalui kuesioner terkait pandangan mahasiswa psikologi UI angkatan 2010, 2011, dan 2012 tentang pergerakan mahasiswa. Kuesioner tersebut berisi beberapa item pertanyaan seperti, 1) Ketika mendengar frasa pergerakan mahasiswa, apa yang pertama kali terlintas di benak anda? 2) Dari jawaban poin satu, definiskan secara singkat dalam bahasa anda sendiri apa itu pergerakan mahasiswa! Dari tiga puluh kuesioner yang terkumpul, dua puluh satu orang dari keseluruhan partisipan (angkatan 2010. 2011, dan 2012), mereka menuliskan frasa seperti demonstrasi, aksi turun ke jalan, anarkis, teriak-teriak di gedung DPR ataupun Istana Negara pada soal kuesioner poin satu. Frasa demonstrasi atau aksi turun ke jalan adalah frasa yang paling banyak dituliskan pada kuesioner, yang artinya juga frasa itu adalah frasa yang paling banyak muncul di benak partisipan ketika dihadapkan pada kata pergerakan mahasiswa.

Dalam mendefiniskan frasa pergerakan mahasiswa, terkait pertanyaan poin dua, hanya sedikit mahasiswa yang mendefinsikan bahwa pergerakan mahasiswa bukan hanya soal demonstrasi atau aksi turun ke jalan. Tetapi lebih ke arah pergerakan mahasiswa yang lebih bersifat umum, sesuai  bidangnya masing-masing, berbasis kegiatan yang menguntungkan diri sendiri (mahasiswanya) dan masyarakat sekitarnya. Mereka bisa berkata seperti itu karena kemungkinan mereka tidak terkontaminasi oleh pemikiran-pemikiran mahasiswa UI lainnya, khususnya mahasiswa yang tergabung di organisasi mahasiswa BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) UI yang arah pergerakannya kebanyaakan adalah demonstrasi atau aksi turun ke jalan.

Berbeda dengan mahasiswa yang mendefinsikan pergerakan mahasiswa itu sebagai bentuk pergerakan yang diidentikkan dengan demontrasi dan aksi turun ke jalan. Sebagian besar dari mereka sudah termakan paradigma pemikiran mahasiswa yang tergabung dalam BEM atau bisa saja mahasiswa yang berpikiran seperti itu sudah pernah tergabung dan atau sedang tergabung dalam BEM itu sendiri. Hal tersebut terjadi karena BEM dipandang sebagai organisasi mahasiswa yang sangat intelektual dan selalu mendokumentasikan arah-arah pergerakannya yang berupa demonstrasi atau aksi turun ke jalan tadi ke dalam pemberitaan media masa maupun media sosial yang mungkin mempengaruhi skema sosial mahasiswa lain walaupun tidak terlibat langsung dalam arah pergerakan tersebut.

Pemikiran-pemikiran secara intelektual oleh golongan mahasiswa UI, khususnya mahasiswa yang tergabung dalam BEM UI, menyebabkan terbentuknya skema mahasiswa mengenai penyempitan definisi pergerakan mahasiswa yang selalu diidentikkan dengan demonstrasi atau aksi turun ke jalan. Menurut Sarwono (1978) mahasiswa yang termasuk golongan intelektual adalah mahasiswa yang selalu hidup dalam dunia idenya dan menyusun konsep dan skema moral mereka sesuai dengan tujuan-tujuan idiil mereka.

Salah satu ciri khas mahasiswa yang intelektual adalah selalu berpikir kritis. Mereka selalu mengkritik apa-apa saja yang ada dalam dunia nyata yang dirasa tidak sesuai dengan skema dan konsep yang ada di dalam dunia idenya, maka mereka akan menuntut perubahan itu melalui gerakan yang berbasis masa seperti demonstrasi atau turun ke jalan demi terwujudnya harapan-harapan idiilnya itu. Dan itulah salah satu kebudayaan mahasiswa UI yang terkenal dengan intelektualitasnya. Selalu menjadi garda terdepan dalam gerakan demonstrasi ataupun aksi turun ke jalan dan mengatasnamakan berjuang di atas penderitaan rakyat. Mereka merasa mempunyai tanggung jawab lebih apabila terdapat masalah di negeri ini yang merugikan rakyat kecil. Tanggung jawab itu muncul karena mereka sangat mengangungkan kejayaan sejarah pergerakan mahasiswa 1998 yang sukses menjadi motor penggerak aksi demonstrasi menggulingkan pemerintahan orde baru. Ditambah lagi dengan atribut yang disematkan pada kampus mereka pada saat itu, yaitu sebagai kampus rakyat atau kampus perjuangan.

Sampai sekarang pun bentuk pergerakan seperti itu masih dianut dan dipercaya oleh mahasiswa UI, yang hampir semua pergerakannya dikomandoi oleh BEM. Peristiwa pemboikotan, demonstrasi, dan advokasi mahasiswa UI terkait penggsuran paksa oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI) kepada para pedagang di beberapa stasiun se-Jabodetabek, adalah bukti nyata bahwa mahasiswa UI yang kebanyakan tergabung dalam BEM, dan terdiri dari berbagai fakultas, masih mempunyai skema yang menandakan bahwa arah pergerakan mahasiswa tahun 1998, harus tetap dipertahankan.

Terakhir, akan dibahas tentang maraknya pemberitaan media masa terkait aksi-aksi turun ke jalan atau demonstrasi yang pernah dilakukan oleh para mahasiswa UI. Pemberitaan kemenangan mahasiswa pada tahun 1998, atas runtuhnya orde baru, pada waktu itu sangat gencar diberitakaan di media masa. Banyak media televisi menyebutkan bahwa mahasiswa turut andil dalam proses reformasi. Majalah-majalah seperti Tempo dan Kompas juga mencoba untuk menulis beberapa artikel terkait pergerakkan mahasiswa. Cerita-cerita kejayaan masa lalu terkait demonstrasi 1998, selalu menjadi topik yang menarik di kalangan mahasiswa UI. Mereka sangat menggadang-gadangkan prestasi mahasiswa tersebut. Dan tidak banyak dari arah dan bentuk pergerakkan mereka, banyak sekali berkaca pada pergerakan pada tahun 1998: identik dengan demonstrasi.

Pada masa sekarang, seiring berkembangnya sosial media yang membuat sarana informasi dan komunikasi jadi semakin mudah dan cepat, seperti Facebook dan Twitter, berita-berita mengenai pergerakan mahasiswa (yang lagi-lagi identik dengan aksi turun ke jalan atau demonstrasi) sangat cepat diterima dan diakses oleh mahasiswa lain. Contohnya ketika terjadi aksi demonstrasi di depan gedung rektorat yang dilakukan oleh mahasiswa UI terkait perumusan statuta UI, media informasi sangat berperan di dalam persebaran isu tersebut. Facebook dan twitter begitu penuh oleh berita-berita yang diposting, oleh akun pribadi maupun kelompok, terkait demonstrasi tersebut. Lalu ada lagi ketika peristiwa pemboikotan, demonstrasi, dan advokasi mahasiswa UI terkait penggusuran paksa oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI) kepada para pedagang di beberapa stasiun se-Jabodetabek, hal tersebut juga sangat gencar diberitakan oleh mahasiswa UI sendiri lewat sosial media. Dan mereka menyebutkan bahwa ini adalah bentuk pergerakan mahasiswa. Secara tidak langsung, mereka telah membentuk pola pikir, konsep, dan skema kepada mahasiswa lain melalui sosial media, bahwa apa yang mereka lakukan adalah bentuk pergerakan mahasiswa yang hakiki.

Dari paparan dan fakta-fakta yang sudah dituliskan terkait skema sosial terhadap pergerakan mahasiswa, dapat kesimpulan bahwa kebanyakan mahasiswa UI, masih banyak mengartikan pergerakan mahasiswa secara sempit, yaitu pergerakan mahasiswa yang diidentikkan dengan aksi turun ke jalan atau demonstrasi untuk menuntut hak-hak rakyat kecil. Padahal, ada tiga gambaran umum mengenai pergerakan mahasiswa itu sendiri yaitu director of change, agent of change, dan iron stock, di mana ketiganya adalah gambaran umum yang paling ideal terkait dengan pergerakan mahasiswa yang sesungguhnya. Faktor terkait pengaruh skema sosial, maraknya pemberitaan media soal aksi demonstrasi tahun 1998 dan aksi yang sekarang sering dilakukan oleh mahasiswa UI, serta pola pikir para mahasiswa yang terkenal intelektual adalah penyebab terkungkungnya mahasiswa UI dalam skema dan pemkiran yang sempit terhadap arti pergerakan mahasiswa itu sendiri. Ke depannya diharapkan ada pembaharuan informasi dan keberagaman arah dan bentuk pergerakan mahasiswa oleh mahasiswa yang visioner supaya bisa terwujud mahasiswa UI secara umum yang andil dalam pergerakan mahasiswa tetapi tidak hanya terfokus pada aksi turun ke jalan dan demonstrasi dan bisa berkontribusi konkrit di masyarakat di bidang keilmuannya masing-masing.

Referensi:

Adie Usman Musa. (2010). Melihat Kembali Dinamika Gerakan Mahasiswa. Artikel (online). Diambil dari http://ausmanmusa.wordpress.com/2010/12/06/melihat-kembali-dinamika-gerakan-mahasiswa/ (18 Mei 2013)
Bartlett, F. C. (1932). Remembering: A Study in Experimental and Social Psychology. Cambridge University Press.
Minto Rahayu. (2009). Nasionalisme Mahasiswa dan Perubahan Sosial terhadap Pergerakan Mahasiswa di Era Reformasi (Studi Kasus di Universitas Indonesia). Tesis. Jakarta: Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
Nana Lukita Sari. (1999). Perbedaan skema sosial mengenai gerakan protes mahasiswa tahun 1998 (Studi deskripstif pada mahasiswa yang menjadi aktivis pemimpin dan pengikut gerakan protes mahasiswa pada sejumlah PT di Jakarta). Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Sarlito Wirawan Sarwono. (1978). Perbedaan antara pemimpin dan aktivis dalam gerakan protes mahasiswa: suatu studi psikologi sosial. Desertasi. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

RELATED POSTS

0 comments