Skema Sosial Terhadap Istilah Peran Mahasiswa
Oleh: Gagar Asmara Sofa
Berbicara soal mahasiswa, seringkali
asosiasi kita tidak akan jauh dari istilah pergerakan mahasiswa. Banyak versi
jika kita berbicara akan hal tersebut. Rahayu (2009) dalam tesisnya menjelaskan
bahwa ada tiga peran dan fungsi yang mengarah pada arah pergerakan mahasiswa itu sendiri. Pertama, adalah mahasiswa sebagai director of change, yaitu mahasiswa
berperan dalam merancang, melaksanakan, dan merealisasi setiap perubahan menuju
ke arah yang lebih baik; mahasiswa sebagai garda terdepan yang mempu menjadi
penyambung lidah rakyat terhadap pembuat kebijakan; tipe ini lebih terarah pada
aksi gerakan protes atau demonstrasi;
kedua, mahasiswa sebagai agent of change, yaitu mahasiswa memiliki
kepekaan, kepedulian dan kontribusi nyata terhadap masyarakat tentang kondisi
yang teraktual sesuai dengan bidang ilmu masing-masing sehingga mampu
melaksanakan hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat; untuk tipe ini lebih
mengedepankan kepada pengabdian masyarakat sesuai dengan bidang ilmunya
masing-masing; dan yang ketiga,
mahasiswa sebagai iron stock, yaitu
mahasiswa sebagai pemimpin masa depan yang telah diberi pelajaran dan
pengalaman sebagai bekal membangun bangsa.
Masing-masing
dari ketiganya punya konsentrasi arah pergerakan mahasiswa yang berbeda tetapi
saling melengkapi satu sama lain. Tetapi, skema sosial, khususnya skema para
mahasiswa UI, selalu mengarahkan istilah pergerakan mahasiswa ke tipe pertama,
yaitu mahasiswa sebagai director of change,
yang lebih diidentikkan dengan aksi gerakan protes atau demonstrasi. Hal
tersebut terjadi karena pengaruh skema sosial, khususnya para aktivis mahasiswa
dalam memandang arti kata pergerakan mahasiswa itu sendiri, pengaruh kuat dan maraknya pemberitaan media soal aksi
demonstrasi tahun 1998 dan aksi yang sekarang sering dilakukan oleh mahasiswa
UI, serta pola pikir para mahasiswa yang terkenal intelektual.
Pertama,
akan dibahas tentang apa itu skema sosial dan beberapa penjabaran singkatnya. Menurut
Bartlett (1932) skema sosial secara umum adalah suatu usaha untuk menjelaskan
bagaimana seseorang mengorganisasikan pengalaman-pengalaman masa lalu dan
tingkah lakunya dalam suatu pola atau bentuk tertentu agar ia dapat membuat suatu
pengertian atau tingkah laku tertentu.
Sari
(1999) dalam skripsinya menjelaskan skema sosial ini jauh lebih kompleks.
Menurutnya, skema sosial adalah struktur kognitif yang merupakan representasi
dari pengalaman-pengalaman masa lalu dan pengetahuan seseorang secara
terorganisir serta belief mengenai
individu, obyek, atau kejadian-kejadian tertentu yang dapat dikembangkan dan
digunakan oleh seseorang untuk menghadapi kejadian tertentu serta menjadi pola
dalam bertingkah laku.
Menurut Adie Usman Musa
(2010), dalam artikelnya, yang merupakan ketua Senat Mahasiswa UGM periode
1998/1999, menjelaskan bahwa pergerakan mahasiswa adalah aktivitas mahasiswa
yang merambah wilayah yang lebih luas dari sekedar belajar di perguruan tinggi.
Mengacu pada definisi-definisi di atas, terkait skema sosial dan pergerakan
mahasiswa, penulis pernah mengadakan penelitian kecil-kecilan melalui kuesioner
terkait pandangan mahasiswa psikologi UI angkatan 2010, 2011, dan 2012 tentang
pergerakan mahasiswa. Kuesioner tersebut berisi beberapa item pertanyaan
seperti, 1) Ketika mendengar frasa pergerakan mahasiswa, apa yang pertama kali
terlintas di benak anda? 2) Dari jawaban poin satu, definiskan secara singkat
dalam bahasa anda sendiri apa itu pergerakan mahasiswa! Dari tiga puluh
kuesioner yang terkumpul, dua puluh satu orang dari keseluruhan partisipan
(angkatan 2010. 2011, dan 2012), mereka menuliskan frasa seperti demonstrasi,
aksi turun ke jalan, anarkis, teriak-teriak di gedung DPR ataupun Istana Negara
pada soal kuesioner poin satu. Frasa demonstrasi atau aksi turun ke jalan
adalah frasa yang paling banyak dituliskan pada kuesioner, yang artinya juga
frasa itu adalah frasa yang paling banyak muncul di benak partisipan ketika
dihadapkan pada kata pergerakan mahasiswa.
Dalam mendefiniskan
frasa pergerakan mahasiswa, terkait pertanyaan poin dua, hanya sedikit
mahasiswa yang mendefinsikan bahwa pergerakan mahasiswa bukan hanya soal demonstrasi
atau aksi turun ke jalan. Tetapi lebih ke arah pergerakan mahasiswa yang lebih
bersifat umum, sesuai bidangnya
masing-masing, berbasis kegiatan yang menguntungkan diri sendiri (mahasiswanya)
dan masyarakat sekitarnya. Mereka bisa berkata seperti itu karena kemungkinan mereka
tidak terkontaminasi oleh pemikiran-pemikiran mahasiswa UI lainnya, khususnya
mahasiswa yang tergabung di organisasi mahasiswa BEM (Badan Eksekutif
Mahasiswa) UI yang arah pergerakannya kebanyaakan adalah demonstrasi atau aksi
turun ke jalan.
Berbeda dengan
mahasiswa yang mendefinsikan pergerakan mahasiswa itu sebagai bentuk pergerakan
yang diidentikkan dengan demontrasi dan aksi turun ke jalan. Sebagian besar
dari mereka sudah termakan paradigma pemikiran mahasiswa yang tergabung dalam
BEM atau bisa saja mahasiswa yang berpikiran seperti itu sudah pernah tergabung
dan atau sedang tergabung dalam BEM itu sendiri. Hal tersebut terjadi karena
BEM dipandang sebagai organisasi mahasiswa yang sangat intelektual dan selalu
mendokumentasikan arah-arah pergerakannya yang berupa demonstrasi atau aksi
turun ke jalan tadi ke dalam pemberitaan media masa maupun media sosial yang
mungkin mempengaruhi skema sosial mahasiswa lain walaupun tidak terlibat
langsung dalam arah pergerakan tersebut.
Pemikiran-pemikiran
secara intelektual oleh golongan mahasiswa UI, khususnya mahasiswa yang
tergabung dalam BEM UI, menyebabkan terbentuknya skema mahasiswa mengenai
penyempitan definisi pergerakan mahasiswa yang selalu diidentikkan dengan
demonstrasi atau aksi turun ke jalan. Menurut Sarwono (1978) mahasiswa yang
termasuk golongan intelektual adalah mahasiswa yang selalu hidup dalam dunia
idenya dan menyusun konsep dan skema moral mereka sesuai dengan tujuan-tujuan
idiil mereka.
Salah satu ciri khas
mahasiswa yang intelektual adalah selalu berpikir kritis. Mereka selalu
mengkritik apa-apa saja yang ada dalam dunia nyata yang dirasa tidak sesuai
dengan skema dan konsep yang ada di dalam dunia idenya, maka mereka akan
menuntut perubahan itu melalui gerakan yang berbasis masa seperti demonstrasi
atau turun ke jalan demi terwujudnya harapan-harapan idiilnya itu. Dan itulah salah
satu kebudayaan mahasiswa UI yang terkenal dengan intelektualitasnya. Selalu
menjadi garda terdepan dalam gerakan demonstrasi ataupun aksi turun ke jalan
dan mengatasnamakan berjuang di atas penderitaan rakyat. Mereka merasa
mempunyai tanggung jawab lebih apabila terdapat masalah di negeri ini yang
merugikan rakyat kecil. Tanggung jawab itu muncul karena mereka sangat
mengangungkan kejayaan sejarah pergerakan mahasiswa 1998 yang sukses menjadi
motor penggerak aksi demonstrasi menggulingkan pemerintahan orde baru. Ditambah
lagi dengan atribut yang disematkan pada kampus mereka pada saat itu, yaitu
sebagai kampus rakyat atau kampus perjuangan.
Sampai sekarang pun
bentuk pergerakan seperti itu masih dianut dan dipercaya oleh mahasiswa UI,
yang hampir semua pergerakannya dikomandoi oleh BEM. Peristiwa pemboikotan,
demonstrasi, dan advokasi mahasiswa UI terkait penggsuran paksa oleh PT. Kereta
Api Indonesia (KAI) kepada para pedagang di beberapa stasiun se-Jabodetabek,
adalah bukti nyata bahwa mahasiswa UI yang kebanyakan tergabung dalam BEM, dan
terdiri dari berbagai fakultas, masih mempunyai skema yang menandakan bahwa
arah pergerakan mahasiswa tahun 1998, harus tetap dipertahankan.
Terakhir, akan dibahas
tentang maraknya pemberitaan media masa terkait aksi-aksi turun ke jalan atau
demonstrasi yang pernah dilakukan oleh para mahasiswa UI. Pemberitaan kemenangan
mahasiswa pada tahun 1998, atas runtuhnya orde baru, pada waktu itu sangat
gencar diberitakaan di media masa. Banyak media televisi menyebutkan bahwa
mahasiswa turut andil dalam proses reformasi. Majalah-majalah seperti Tempo dan
Kompas juga mencoba untuk menulis beberapa artikel terkait pergerakkan
mahasiswa. Cerita-cerita kejayaan masa lalu terkait demonstrasi 1998, selalu
menjadi topik yang menarik di kalangan mahasiswa UI. Mereka sangat
menggadang-gadangkan prestasi mahasiswa tersebut. Dan tidak banyak dari arah
dan bentuk pergerakkan mereka, banyak sekali berkaca pada pergerakan pada tahun
1998: identik dengan demonstrasi.
Pada masa sekarang,
seiring berkembangnya sosial media yang membuat sarana informasi dan komunikasi
jadi semakin mudah dan cepat, seperti Facebook dan Twitter, berita-berita
mengenai pergerakan mahasiswa (yang lagi-lagi identik dengan aksi turun ke
jalan atau demonstrasi) sangat cepat diterima dan diakses oleh mahasiswa lain.
Contohnya ketika terjadi aksi demonstrasi di depan gedung rektorat yang
dilakukan oleh mahasiswa UI terkait perumusan statuta UI, media informasi
sangat berperan di dalam persebaran isu tersebut. Facebook dan twitter begitu
penuh oleh berita-berita yang diposting, oleh akun pribadi maupun kelompok,
terkait demonstrasi tersebut. Lalu ada lagi ketika peristiwa pemboikotan,
demonstrasi, dan advokasi mahasiswa UI terkait penggusuran paksa oleh PT.
Kereta Api Indonesia (KAI) kepada para pedagang di beberapa stasiun
se-Jabodetabek, hal tersebut juga sangat gencar diberitakan oleh mahasiswa UI
sendiri lewat sosial media. Dan mereka menyebutkan bahwa ini adalah bentuk
pergerakan mahasiswa. Secara tidak langsung, mereka telah membentuk pola pikir,
konsep, dan skema kepada mahasiswa lain melalui sosial media, bahwa apa yang
mereka lakukan adalah bentuk pergerakan mahasiswa yang hakiki.
Dari paparan dan
fakta-fakta yang sudah dituliskan terkait skema sosial terhadap pergerakan
mahasiswa, dapat kesimpulan bahwa kebanyakan mahasiswa UI, masih banyak mengartikan
pergerakan mahasiswa secara sempit, yaitu pergerakan mahasiswa yang
diidentikkan dengan aksi turun ke jalan atau demonstrasi untuk menuntut hak-hak
rakyat kecil. Padahal, ada tiga gambaran umum mengenai pergerakan mahasiswa itu
sendiri yaitu director of change, agent
of change, dan iron stock, di
mana ketiganya adalah gambaran umum yang paling ideal terkait dengan pergerakan
mahasiswa yang sesungguhnya. Faktor terkait pengaruh skema sosial, maraknya
pemberitaan media soal aksi demonstrasi tahun 1998 dan aksi yang sekarang
sering dilakukan oleh mahasiswa UI, serta pola pikir para mahasiswa yang
terkenal intelektual adalah penyebab terkungkungnya mahasiswa UI dalam skema
dan pemkiran yang sempit terhadap arti pergerakan mahasiswa itu sendiri. Ke
depannya diharapkan ada pembaharuan informasi dan keberagaman arah dan bentuk
pergerakan mahasiswa oleh mahasiswa yang visioner supaya bisa terwujud
mahasiswa UI secara umum yang andil dalam pergerakan mahasiswa tetapi tidak
hanya terfokus pada aksi turun ke jalan dan demonstrasi dan bisa berkontribusi
konkrit di masyarakat di bidang keilmuannya masing-masing.
Referensi:
Adie Usman Musa. (2010). Melihat Kembali Dinamika Gerakan Mahasiswa. Artikel (online).
Diambil dari http://ausmanmusa.wordpress.com/2010/12/06/melihat-kembali-dinamika-gerakan-mahasiswa/
(18 Mei 2013)
Bartlett, F. C. (1932). Remembering: A Study in Experimental and Social Psychology.
Cambridge University Press.
Minto Rahayu. (2009). Nasionalisme Mahasiswa dan Perubahan Sosial terhadap Pergerakan
Mahasiswa di Era Reformasi (Studi Kasus di Universitas Indonesia). Tesis.
Jakarta: Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
Nana Lukita Sari. (1999). Perbedaan skema sosial mengenai gerakan protes mahasiswa tahun 1998
(Studi deskripstif pada mahasiswa yang menjadi aktivis pemimpin dan pengikut
gerakan protes mahasiswa pada sejumlah PT di Jakarta). Skripsi. Jakarta:
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Sarlito Wirawan Sarwono. (1978). Perbedaan antara pemimpin dan aktivis dalam
gerakan protes mahasiswa: suatu studi psikologi sosial. Desertasi. Jakarta:
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
0 comments